Headline News

Monday, March 10, 2008

Menerima Panggilan Tuhan

Mungkin kita pernah bertanya pada orang lain atau pada diri sendiri atau bahkan pada Tuhan, mengapa saya diciptakan dengan keadaan seperti ini, dalam keluarga yang kurang mampu secara material, dalam rupa yang kurang baik, dengan bakat yang sedikit, atau mungkin pernah bertanya mengapa saya dipilih menjadi seorang guru? Kita mungkin punya cita-cita menjadi dokter, ilmuwan, pengusaha, dan sebagainya; tetapi pada kenyataannya kita terpilih menjadi guru. Dan kita bertanya mengapa saya yang dipilih, dan mengapa harus guru? Tidak ada seorang pun yang tahu mengapa kita diciptakan seperti ini dan dipilih menjadi guru. Kita mungkin merasa ada banyak kelemahan dalam diri kita, kita menganggap diri kita tidak bisa mengajar, tidak bisa berbicara di depan siswa atau di depan umum atau bahkan merasa diri kita kurang pandai/pintar dibandingkan orang lain sehingga kita sering merasa tidak cocok menjadi seorang guru. Namun perlu diketahui bahwa kita menjadi guru bukan karena kebetulan.
Kelahiran kita bukanlah suatu kesalahan atau kesialan, dan profesi kita sebagai guru bukanlah yang tidak diharapkan dari masyarakat. Kita mungkin tidak berencana menjadi guru, tetapi Allah merencanakannya. Dia tidak terkejut sama sekali ketika kita menjadi guru; sesungguhnya, Dia mengharapkannya. Jauh sebelum kita memikirkan apa profesi dan bagaimana masa depan kita nantinya, semuanya itu sudah ada dalam pikiran Allah, Dia memikirkan masa depan kita terlebih dahulu. Bukan karena nasib, bukan karena kesempatan, bukan karena keberuntungan, dan juga bukan karena kebetulan kita menjadi guru saat ini. Allah merencanakan dan memilih kita; membekali kita dengan talenta dan keunikan pribadi dengan terencana dengan tujuan tertentu. Rick Warren dalam bukunya "The Purpose Driven Life" mengatakan bahwa anda adalah anda karena suatu alasan, anda adalah bagian dari suatu rencana yang kompleks (Rick Warren, 2002, hlm.26). Hal ini sangat jelas menunjukan bahwa kita dipilih menjadi seorang guru karena ada alasan dari Tuhan dalam hidup kita.
Dalam Yeremia 1:5 Allah berfirman: "Sebelum Aku membentuk engkau, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan enkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa". Ini menunjukan bahwa bagaimana keseriusan Tuhan dalam memilih kita menjadi perantaranya untuk melaksanakan misi Allah menjadikan semua bangsa murid-Nya dengan mengabarkan Injil melalui pendidikan. Albert Einstein mengatakan bahwa "Allah tidak bermain dadu". Artinya bahwa Ia memilih dan menetapkan kita menjadi guru bukan karena keberuntungan atau kebetulan - seperti yang berlaku dalam hukum peluang - melainkan sudah terencana dan terstruktur dengan sempurna. Karena Ia mengetahui rancangan-Nya mengenai kita, yaitu rancangan damai sejahtera untuk memberikan masa depan yang penuh harapan, bukan rancangan kecelakaan (Yer 29:11). Lalu bagai mana kita menanggapi pangilan kita sebagai guru yang mendapat bagian dari rencana Allah yang kompleks itu?
Ketika Tuhan memanggil, menetapkan, dan mengutus Yeremia sebagai nabi, respon yang ia berikan adalah menolak panggilan tersebut. Bukan karena ia tidak bisa melakukannya, tetapi karena ia menganggap dirinya masih terlalu muda dan tidak dapat berbicara dengan baik (Yeremia 1:6). Akan tetapi di hadapan Tuhan tidak ada yang mustahil. Tuhan memilih orang menjadi perantaranya tidak melihat besar-kecilnya usia dan pengalaman seseorang atau memiliki kelebihan tertentu; melainkan Ia melihat hatinya, apakah ia mau atau tidak untuk menerima panggilan tersebut menjadi pekerja Kristus.
Jangan pernah menghina diri kita dengan anggapan-anggapan dan pola pikir kita yang salah, dengan mengatakan diri kita masih muda, bodoh, atau mengatakan tidak bisa. Itu hanya anggapan dan pola pikir yang sering diberikan oleh dunia untuk mempengaruhi orang-orang yang sudah percaya supaya mereka menyangkali iman mereka. Tetapi lihatlah bagaimana Allah memakai kita justru pada waktu kita masih muda. Allah memilih kita bukan karena kelebihan dan kekurangan kita, bukan pula karena harta benda dan keelokan paras kita, melainkan karena ia melihat hati kita yang mau menerima panggilannya. Dan juga karena semuanya itu sudah direncanakan-Nya dalam hidup kita. Allah tidak serampangan; Dia memilih kita dan merencanakannya dengan ketepatan yang luar biasa. Perlahan tapi pasti, mulai dari pikiran Allah sampai kita menjadi apa yang Ia mau, kita direncanakan dengan teliti, bagaimana kita nantinya. Apa yang dilakukan oleh Yeremia sebenarnya bentuk dari keraguannya akan janji Tuhan yang selalu menyertai. Jika kita hidup bersama Tuhan dan percaya akan penyertaan-Nya, tidak ada yang tidak bisa, hanya tergantung pada kerelaan hati kita untuk menerima panggilan tersebut. Karena menjadi pekerja Tuhan tidak mudah, dan itu memerlukan iman, kerelaan hati dan kemauan, dan kerja keras.
Kita tahu bahwa Tuhan memiliki kuasa yang luar biasa, Ia sanggup melakukan apapun yang ia mau lakukan. Kedaulatan dan kuasa Tuhan tidak dapat dibatasi oleh apapun. Demikian halnya ketika Ia memilih kita menjadi guru. Ia tahu segala kelemahan dalam diri kita; Ia tahu bahwa kita tidak sanggup melakukan tugas ini sendirian, tanpa ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Oleh karena itu, Ia berjanji akan menyertai kita senantiasa kemanapun kita menjalankan panggilan-Nya. Sekarang tergantung dengan diri kita untuk bersereah kepada Tuhan, apakah kita sungguh-sungguh atau hanya sekedar menjalakan tugassebagai guru, tanpa melihat betapa panggilan kita sebagai guru Kristen adalah anugarah terbesar yang Tuhan berikan kepada kita.
Ketika Tuhan memilih dan menetapkan kita menjadi seorang guru, itu semua sudah ada dalam rencananya, itu bukan ditetapkan dengan tiba-tiba atau tanpa ada perencanaan yang dalam. Tuhan memilih kita menjadi guru jauh sebelum dunia beserta isinya, saya dan saudara dijadikan. Semua rencananya sudah terstruktur dengan rapi dan dilakukan dengan baik pula. Sekarang Tuhan menantikan kita untuk merespon panggilannya tersebut. Bersediakah saudara dan saya menerima panggilan tersebut? Kita mungkin bisa menerima penggilan tersebut dan menjalankannya dalam kehidupan kita. Pertanyaannya adalah relakah atau ikhlaskah hati kita menerima panggilan tersebut?
Tidak mudah menerima apa yang tidak sesuai dengan kehendak kita, apalagi hal itu tidak kita minati. Namun, jika kita menyadari apa yang Tuhan pikirkan dan rencakan dalam hidup kita sesunguhnya adalah sesuatu yang sangat baik dan indah. Kita dipilih bukan karena kita pintar, hebat, kaya, dan baik rupa. Melainkan karena kita berbeda dengan orang-orang yang lain. Berbeda karena kita dianggap lebih, berbeda karena kita dituntut lebih, berbeda kerena kita diharapkan lebih, dan berbeda karena kita diperhatikan lebih, oleh Tuhan, bukan oleh orang-orang didekat dan sekitar kita. Kita harus menyadari bahwa hidup kita adalah sebuah panggilan sebagai hamba Tuhan dalam kemulian-Nya.
Kita semua dipanggil untuk memberitakan firman Allah di semua aspek atau berbagai bidang kehidupan, bukan hanya di gereja; tetapi juga di rumah/keluarga, hubungan-hubungan pribadi, di tempat pekerjaan, di sekolah/kampus, di masyarakat dan di arena sosial-politik sesuai dengan tugas panggilan kita masing-masing. Tetapi apakah firman Tuhan tersebut telah kita sampaikan secara benar, lugas, obyektif namun tetap dilandasi dengan kasih; ataukah sebaliknya perkataan dan ucapan-ucapan kita justru dilandasi oleh pola pikir duniawi, tetapi dengan bungkus/kemasan firman Tuhan? Oleh karena itu, sebagai seorang calon guru, mari kita menerima setiap panggilan Tuhan dengan rasa ucapan syukur dan sukacita untuk menyatakan kebenaran yang sejati. Karena panggilan Tuhan adalah suatu kehormatan yang sangat luar biasa. Banyak orang yang dipanggil menjadi hamba Tuhan, namun sedikit yang terpilih. Kita sebagai orang yang sudah dipilih oleh Tuhan mari kita menjalani panggilan hidup kita dengan sungguh-sunguh, sesuai dengan panggilan kita masing-masing agar kita dapat mempertanggung jawabkannya di hadapan Tuhan. Amin
Referensi
Warren, R. (2002). The purpose driven live. Malang: Gandum Mas
Lembaga Alkitab Indonesia. (2006). Alkitab Terjemahan Baru. Jakarta: LAI

No comments:

Post a Comment